Provinsi Lampung// Kasus dugaan korupsi pengelolaan dana Participating Interest (PI) 10% oleh PT Lampung Energi Berjaya (LEB) mulai memunculkan perdebatan baru di kalangan praktisi hukum dan akuntan publik. Mereka mempertanyakan dasar hukum memidanakan keputusan membagikan laba usaha (sesuai laporan keuangan audited) sebagai dividen dan bonus sesuai keputusan rapat umum pemegang saham (RUPS) yang disetujui dan disahkan oleh PT LJU dan PDAM Wayguruh Lamtim sebagai induk usaha.
Penyidik Kejaksaan Tinggi Lampung menetapkan tiga petinggi LEB sebagai tersangka 22 September lalu. Angka kerugian negara (KN) juga belum pernah diumumkan secara resmi, meskipun kasus ini berjalan 13 bulan.
“Padahal pembagian dividen dilakukan lewat RUPS dengan laporan keuangan yang sudah diaudit dan mendapat opini wajar tanpa pengecualian,” ujar seorang sumber hukum korporasi Universitas Lampung.
Dalam dunia korporasi, RUPS dan prinsip business judgment rule (BJR) melalui keputusan RUPS adalah bentuk tertinggi legitimasi pemegang saham.
“Selama dividen dan bonus diputuskan melalui RUPS berdasarkan laporan keuangan yang benar dan sesuai UU Perseroan Terbatas, maka tindakan itu sah secara hukum,” kata pakar hukum bisnis tersebut.
Ia mengingatkan, pasal 71 dan 97 UU No. 40/2007 menegaskan bahwa direksi tak dapat dipidana bila keputusan bisnis diambil dengan itikad baik dan kehati-hatian. BJR itu doktrin dalam pengambilan keputusan bisnis, “Sekaligus tembok pelindung bagi pengurus BUMN/BUMD dari kriminalisasi keputusan korporasi,” ujarnya.
Dividen Rp214 miliar, PAD Rp140 miliar, “Lalu di mana kerugian negaranya,” ujarnya. Data akta notaris RUPS LEB 23 Agustus 2023 menunjukkan pembagian dividen Rp214,867 miliar kepada dua pemegang saham: PT Lampung Jasa Utama (LJU) dan PDAM Way Guruh Lampung Timur. Dividen berasal dari total penerimaan PI sekitar Rp271 miliar sejak 2018-2023. Laporan keuangan audited oleh KAP independen menyatakan keuangan LEB wajar tanpa pengecualian dan seluruh setoran dividen telah diterima LJU serta Way Guruh.
“Dividen justru menjadi sumber pendapatan daerah sebagaimana diatur Pasal 28 PP 54/2017. Jadi bukan pengeluaran yang merugikan negara, melainkan penerimaan,” lanjutnya menanggapi perbedaan tafsir antara jaksa dan auditor.
Dia menegaskan pentingnya ada kerugian negara yang tegas, terukur, dan nilainya pasti. Pasal 2 dan 3 UU Tipikor mensyaratkan bahwa perbuatan korupsi harus melawan hukum dan menyebabkan kerugian negara yang nyata dan pasti jumlahnya. Hingga kini, hasil audit BPK maupun BPKP belum dipublikasikan. “Jika kerugian negara belum dihitung secara resmi, maka unsur pidana belum terpenuhi, sebagaimana dijelaskan oleh pakar hukum pidana Prof. Andi Hamzah, dalam sebuah artikel, mengutip asas due process of law.
Antara pelanggaran administratif dan tindak pidana, beberapa ahli menilai penyidikan yang memaksakan unsur pidana terhadap keputusan korporasi berisiko melanggar asas proporsionalitas penegakan hukum.
“Kesalahan administratif, keterlambatan RUPS, atau perbedaan interpretasi PSAK semestinya diselesaikan melalui mekanisme internal perusahaan, bukan lewat penetapan tersangka,” ujarnya.
Menurutnya, bila penyidik menafsirkan keputusan bisnis sah sebagai tindak pidana tanpa bukti mens rea (niat buruk) itu bisa dikategorikan penyidikan ultra vires atau tindakan yang melampaui kewenangan hukum.
Dalam Laporan Keuangan audit LEB tahun 2022, auditor menggunakan kurs asumsi APBN untuk konversi pendapatan dolar AS, praktik yang lazim juga dalam entitas migas. “Selama dasar pemilihan kurs dijelaskan dalam catatan atas paporan keuangan (CALK) dan diterima auditor, berarti tidak ada pelanggaran,” ujarnya.
Jika auditor memberi opini WTP tanpa catatan, laporan itu sah menurut PSAK (pedoman standar akuntansi keuangan), kecuali kemudian ditemukan bukti manipulatif yang disengaja.
Pencarian titik seimbang penegakan hukum dalam kasus LEB menandai pertarungan tafsir antara hukum korporasi dan hukum pidana khusus. “Jika setiap keputusan bisnis dipidana, maka direksi dan komisaris BUMD akan kehilangan keberanian mengambil keputusan strategis,” katanya. Ia menegaskan, penting memisahkan ranah bad business decision dari criminal intent.
Dampai kini, masyarakat masih menunggu dua hal penting dari Kejati Lampung: hasil audit kerugian negara dan rincian aset sitaan yang telah diumumkan secara sepihak sejak 2024. Tanpa dua dasar itu, perkara ini berisiko menjadi preseden buruk kriminalisasi kebijakan korporasi daerah. “Penegakan hukum harus menegakkan keadilan, bukan menghalangi pertumbuhan ekonomi,” katanya.“Kita harus ingat, korupsi itu bukan kesalahan menghitung laba, tapi kesengajaan mencuri uang rakyat.”
Redaksi//
Mitramabestnipolri.com
(Investigasi)
